Selasa, 21 Februari 2017

Ahli Ilmu Falak Dari Aron, Aceh Utara

Biografi Tgk. Isa Mulieng

Teungku Muhammad Isa Mulieng, Aron. (1927-1997 M)




Riwayat Keluarga
        Nama aslinya Muhammad Isa bin teungku Imum Buhan bin Teungku Imum Ibrahim bin Teungku Haji Lemak bin Teungku Haji Penghulu. Menurut berita yang kami terima dari pendahulu kami, salah satunya dari Drs. T. M. Ali Muda (Ahli Falaq dari Medan), beliau mengatakan bahwa Teungku Haji Penghulu berasal dari Gujarat, India. Dia bersama saudara dan temannya merantau ke Aceh untuk berniaga dan berdakwah.
Ibu Teungku Muhammad Isa bernama Teungku Ni Binti Teungku Lebee Muda. Teungku Ni adalah  kakak dari Teungku Hamzah bin Teungku Leubee Muda. Teungku Hamzah ini mengajar ilmu agama di rumahnya sendiri yang nantinya cikal bakal lahirnya Dayah Darul Falah.
Teungku Muhammad Isa diluar Aceh Utara, beliau dikenal dengan Teungku Muhammad Isa Mulieng. Beliau adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara.

Tempat Kelahirannya
Teungku Muhammad Isa dilahirkan pada tahun 1927 Masehi di Gampong Meunasah Pulo Kayee Adang Keureutoe (nama waktu dulu) dan sekarang berubah namanya menjadi Gampong Pulo Blang Asan, kecamatan Syamtalira Aron kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh.
Pendidikannya
Sejak kecil beliau sudah menjadi yatim, dididik dan tinggal bersama kakaknya Teungku Safuan binti Teungku Imum Buhan dan didukung oleh keluarganya yang lain. Dengan berkat asuhan serta bimbingan ibu dan semua saudaranya yang lain, beliau dapat menamatkan pendidikan umum pada sekolah Belanda di Simpang Dama Kereutoe tahun 1939 M. Sekarang sekolah ini masuk dalam wilayah Kecamatan Tanah Pasir kabupaten Aceh Utara. Kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya pada Pendidikan Islam Bustanul Ma’arif Blang Jruen selesai pada tahun 1943 M.
Karena situasi tidak mengizinkan untuk melanjutkan pendidikannya pada waktu itu karena pergolakan melawan penjajahan Belanda dan Jepang, beliau sempat menganggur beberapa tahun. Dalam masa itu dan juga waktu sebelumnya, beliau bersama gurunya dan masyarakat ikut berjihad dan berperang melawan penjajahan Belanda dan Jepang.
Sebelum beliau keluar kabupaten dalam hal menuntut ilmu, Teungku Muhammad Isa sempat nyantri di Pesantren Cot Trueng Bungkaih Kecamatan Muara Batu - Aceh Utara, pimpinannya waktu itu Teungku Abubakar Ali atau sering dipanggil dengan Teungku Cot Kuta (1896-1971). Beliau disana lebih kurang selama lima tahun.
Pada pertengahan tahun 1956 Masehi, beliau masuk ke Pesantren Ulee Titi Aceh Besar, Banda Aceh, yang pimpinannya waktu itu adalah Teungku Ishak, lebih kurang selama setahun. Disini dia menyempatkan diri untuk mempelajari ilmu Falak dan Ilmu Hisab pada Teungku Syeikh Saman dan Teungku Muhammad Shaleh lambaro, disamping beliau menuntut ilmu-ilmu agama lainnya pada Ulama di sana, diantaranya Teungku Haji Hasan Krueng Kale dan Teungku Haji Ishak Pimpinan Pesantren Ulee Titi.
Pada pertengahan tahun tanggal 18 Mei 1957 M, Teungku Muhammad Isa pindah dari Dayah Ulee Titi ke  Pesantren Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan untuk mendalami ilmu yang telah dimilikinya. Selama tiga tahun di sana, beliau mempelajari ilmu agama pada gurunya, yaitu Pimpinan Dayah Darussalam Teungku Syeikh Haji Muhammad Wali Al-Khalidy dan beberapa guru yang lain, seperti Teungku H. Abdullah Hanafi Birueun (Abu Tanoh Mirah) yang masa itu dipanggil dengan Tgk. Bireuen dan Teungku H. Abdul ’Aziz Shaleh Jeunieb (Abon Samalanga) yang semasa menyantri disana Abon Aziz dikenal dengan Tgk. Jeunieb.
Di Pesantren Labuhan Haji ini al-marhum di gelar dengan Teungku Muhammad Isa al-Falaky. Kemudian pada pertengahan tahun tepatnya tanggal 6 Juni 1960 M, beliau pindah ke Dayah Thaiyibah Islamiyah Matang Geutoe Idi Cut Aceh Timur selama dua tahun. Pada waktu itu, Pimpinannya bernama Teungku Muhammad Thaib (1887-1967). Selanjutnya pada pertengahan tahun 1962 masehi, beliau pulang dari Dayah Thaiyibah Islamiyah Aceh Timur untuk mendirikan Pesantren di Kampung tempat kelahirannya.

Pengalaman Organisasi
Dalam hal berpolitik dan berorganisasi, menyalurkan aspirasinya untuk memajukan agama, negara dan bangsa, beliau bergabung dalam beberapa organisasi. Diantaranya adalah Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), sehingga pada tahun 1962 M. dia dipilih dan diangkat menjadi Ketua organisasi ini ranting kecamatan Syamtalira Aron.
Kira-kira enam tahun sebelum beliau meninggal dunia, ia terpilih dan dilantik oleh Pengurus Perti Wilayah Propinsi Aceh sebagai Ketua Persatuan Tabiyah Islamiyah (Perti) Cabang Kab. Aceh Utara, menggantikan Teungku H. Abdullah Hanafi Tanoh Mirah yang berpulang ke-rahmatullah pada tahun 1989 Masehi.
Dalam periode ini pula, beliau memegang jabatan Ketua Majlis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Cabang Aceh Utara yang sebelumnya adalah hanya sebagai anggota. Selain itu, lebih dari 15 tahun, beliau duduk dalam Anggota Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Aceh Utara, dan pada Majlis Ulama Indonesia Pembantu Bupati Lhoksukon, almarhum sebagai anggota Majlis Dewan Pertimbangan (Anggota Dewan Penasehat).
Selain berkecimpung di beberapa organisasi tersebut, beliau juga termasuk dalam pengurus Pusat Persatuan Dayah Inshafuddin, salah satu organisasi dayah yang ada di Aceh. Oleh karena itu, Dayah Darul Falah yang beliau pimpin adalah satu dayah dari sekian banyak dayah yang bernaung di bawah Persatuan Dayah Inshafuddin dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

Periode Demi Periode Dayah Darul Falah
Beberapa bulan setelah Teungku Muhammad Isa pulang dari Pesantren Madrasah Thaiyibah Matang Geutoe Idi Cut-Aceh Timur, bersama masyarakat beliau mendirikan satu unit Balai Pengajian (Tempat Belajar). tempat tersebut digunakannya sebagai Mushalla dan tempat belajar ilmu agama bagi para santri dan masyarakat.
Di periode pertama tepatnya pada malam Rabu tanggal 17 Juli 1962 M atau 16 Shafar 1382 H. Teungku Abubakar Ali atau Teungku Cot Kuta yaitu Guru selama beliau belajar di Cot Trueng Bungkaih Aceh Utara, meresmikan dan menepung tawari Balai yang didirikan Teungku Muhammad Isa sebagai Pesantren atau Dayah tempat mempelajari ilmu agama. Sekaligus beliau memberi nama dengan Pesantren Darul Falah.
Hari demi hari, santri dayah ini terus bertambah, baik dari daerah sekitar dayah maupun dari luar daerah aceh utara. Sehingga Teungku Abbas, mertua Teungku Muhammad Isa mengajak para santri dan masyarakat untuk membangun beberapa asrama yang berbentuk panggung yang relevan atau sesuai pada saat itu. Asrama tersebut terbuat dari batang bambu, dinding dan atapnya dari pelepah dan daun rumbia. Kemudian pada periode kedua yaitu tahun 1970-an, asrama dibangun lagi dengan tiangnya dari pohon kayu yang lebih besar dan dindingnya terbuat dari papan.

Alumni-alumninya
Pada masa tersebut, dengan berkat kegigihan dan keikhlasan Teungku Muhammad Isa dan mertuanya Teungku Abbas, Pesantren ini telah banyak berkontribusi pada umat Islam. Melahirkan generasi penerus bangsa, ada yang menjadi ulama dan pimpinan dayah, dan ada juga yang berkerja di unsur pemerintahan pada akhir abad ke XX dan awal abad ke XXI, seperti:
  • Teungku H. M. Kasem TB (1939-2005) Pimpinan ke dua dayah Darul Istiqamah Bireuen.
  • Teungku H. Abdullah Ibrahim Pimpinan Dayah Babul ‘Ulum Tanjong Bungong Ulee Gle sekaligus Ahli Hisab dan Ahli Falak Kab. Pidie.
  • Drs. Teungku H. Mukhtar Wahab Ketua MPU Kabupaten Pidie periode perdana dan kedua tahun 2002-2012.
  • Teungku Hasballah (1942-1995) Matang Teungoh Blang Jruen.
  • Teungku Syamsuddin Abdullah, Abang kandung Teungku Syafari Abdullah Simpang Ulim Aceh Timur, bahkan beliaupun pernah menyantri di Dayah yang dipimpin Tgk. Muhammad Isa ini pada tahun 1960-an.
  • Drs. Teungku H. Ali Alamsyah M.Ag salah seorang Kepala Bidang pada Dinas Syari’at Islam Nanggroe Aceh Darussalam pada permulaan terbentuk Dinas ini (awal tahun 2000).
  • Drs. Ibrahim Bewa MA mantan Kepala Dinas Pendidikan Kab. Aceh Utara , dan ketua MPD Aceh Utara .
  • Drs. H. Ismail Ajie M.Si, mantan Kepala Dinas Pariwisata Kota Lhokseumawe .
  • H. Sulaiman Basan, anggota Polda Nanggroe Aceh Darussalam yang pernah bertugas di Polres Banda Aceh, Polres Aceh Utara dan Sabang .

Pada periode ke tiga tahun 1980-1990-an, asrama santri dibangun semi permanen, yang biayanya dari bantuan swadaya masyarakat, Pemerintah Daerah dan Proyek Vital yang ada di Aceh Utara, sehingga dapat dibangun 19 pintu asrama, satu Mushalla dan sejumlah bangunan lainnya.
Sebagaimana periode sebelumnya sudah ada alumninya yang menjadi cendikiawan, pada masa ketiga ini, juga ada alumninya yang menjadi pimpinan pesantren atau dayah di tempatnya masing-masing, diantaranya seperti:
  • Teungku Darmis Muar, Pimpinan Pesantren Darul Ulum Koto Tangah Padang, Sumatera Barat.
  •  Teungku Dahlan Ismail, Pimpinan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Dayah Nurul Falah Gampong Manyang Baroh Blang Asan Kec. Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara.

Disamping mengajar dan memimpin dayah ini, Teungku Muhammad Isa juga mengajar diluar dayah, seperti di Majlis Ta’lim Pase Timur di Mesjid Baiturrahim Lhoksukon, di Mesjid Keude Karieng Meurah Mulia dan di Mesjid Baiturrahman Alue Ie Puteh, yang pesertanya adalah para Pimpinan Dayah/Pesantren dan Imam Mesjid yang ada di daerah Pembantu Bupati Lhoksukon pada waktu itu.
Selain pada tiga mesjid tersebut, beliau juga memimpin pengajian, zikir dan shamadiah mingguan di Mesjid Baiturrahman Blang Asan Aceh Utara yaitu mesjid kampung beliau sendiri, yang di mulainya pada permulaan tahun 1964 sampai akhir hayatnya.

Pengalaman Falakiyah dan Karyanya
Teungku Muhammad Isa belajar ilmu Falak pada Al-Fadhil Teungku Muhammad Shalih di Madrasah Dayah Siren Lambaro Banda Aceh, Aceh Besar. Ia sebagai guru tetapnya dalam Ilmu Falak dan beliau pula yang memberi Ijazah kepadanya dalam hal ilmu ini. Selain pada Teungku Muhammad Shalih, Teungku Muhammad Isa Mulieng berguru pula pada Al-Mukarram Abu Syaikh Tsaman di Banda Aceh, dengan kitab yang dipelajarinya yaitu Majmu’u Fi ‘Ilmi Al-Falaki karangan Maulana Sayid Syally. Beliau juga sempat belajar ilmu ini pada Abu Hasan Krueng Kale.
Dengan sebab situasi pada waktu itu sangat sederhana, kitab yang beliau pelajari pun sangat sukar didapatkan, bahkan di toko kitab sekali pun, maka Teungku Muhammad Isa harus menulis kitab yang dipelajarinya itu dengan tangannya sendiri. Sehingga kitab karangannya diberi nama dengan Ikhtisharu Al-Falaky.
Isi kandungan kitab tersebut adalah kutipan dari kitab yang beliau pelajari, misalnya Majmu’u fi ‘Ilmi Al-Falaky dan Aizhun Niyam serta sedikit diringkaskan dan juga ditulis di dalamnya catatan penting yang berhubungan dengan Ilmu Falak, ilmu Fiqh dan lainnya. Misalnya hukum perayaan maulid nabi dengan membaca qasidah, Tanya-Jawab dari umat kepada Abuya Syekh H. Muhammad Wali Al-Khalidy dan risalah perdebatan diantara Abuya dengan Teungku Syeikh H. Muhammad Thaib Jeunieb tentang berpuasa dengan hisab atau ru’yah.
Kemudian, dengan kitab Ikhtisharu Al-Falaky itulah Teungku Muhammad Isa mengajarkan kepada santri-santri yang belajar ilmu ini di lembaga yang dipimpinnya sendiri yaitu Dayah Darul Falah dan di tempat-tempat lain.
Karya tangannya yang lain yaitu ‘Jadwal Waktu Sembahyang untuk selama-lamanya’yang sampai sekarang di sebagian tempat masih digunakan oleh umat untuk mengetahui awal masuk waktu shalat.
Keahlian dan kegemaran beliau dalam ilmu ini didukung oleh pamannya yang bernama Teungku Imum Kasem yang semasa hidupnya pun banyak masyarakat yang bertanya padanya tentang kapan mulai puasa, waktu turun ke sawah, pasang-surut, dan lain yang berhubungan dengan perjalanan matahari dan bulan.

Akhir Hayatnya
    Selama lebih kurang 35 tahun memimpin Pesantren Darul Falah pada tanggal 23 Ramadhan 1417 H atau 31 Januari 1997 M, beliau berpulang kerahmatullah di rumah kediamannya, yaitu rumah tempat Teungku Hamzah bin Teungku Leubee Muda mengajar pendidikan agama kepada umat. Setelah santri dayahnya dan warga masyarakat muslim setempat melaksanakan shalat tarawih, yaitu tepatnya pada malam Sabtu pukul 21:50 WIB, Teungku Muhammad Isa meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Beliau menderita penyakit tumor ganas yang beberapa bulan sebelum bulan Ramadhan tahun tersebut sudah sembuh dan pada permulaan puasa tahun itu juga, penyakit itu kambuh kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar